Akan tetapi sebaliknya, bila kita enggan untuk beramal shaleh atau bahkan mengamalkan kemaksiatan, maka yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari beribadah kepada-Ku/ peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (Qs. Thaaha: 124).
Ulama ahli tafsir menyebutkan, bahwa orang-orang yang berpaling dari mengingat Allah dengan beribadah kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa dirundung kesedihan dan duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa oleh ambisi menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan rasa takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya (baca Adhwa’ul Bayan oleh Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithy, 4/197).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ (رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم
“Sesungguhnya, seseorang dapat saja tercegah dari rezekinya akibat dari dosa yang ia kerjakan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim dan lain-lain).
Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilintasi oleh rombongan pengusung janazah, spontan beliau bersabda,
مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنهُ؟ قالوا: يا رسول الله، مَا المُسْتَرِيحُ والمُسْتَرَاحُ منه؟ قال : (العَبدُ المؤمن يَسْتَرِيحُ من نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إلى رحمة الله، والعبد الفاجر يستريح منه العبادُ والبِلاَدُ والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه
“Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya? Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?’ Beliau menjawab, ‘Seorang hamba yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia, negeri, pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Ulama pensyarah hadits ini menyatakan, “Terbebaskannya negeri dan pepohonan dari orang keji ialah terhindarnya hal itu semua dari dampak kemaksiatan yang ia lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya kekeringan, sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa.”
Ibnu Qayyim berkata, “Dan di antara hukuman perbuatan maksiat ialah kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rezeki, ilmu, amalan, amal ketaatan. Dan secara global, kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya, tidaklah akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.” (Al-Jawabul Kafi, 56).
Di antara contoh nyata akibat buruk yang harus diderita oleh manusia dari dicabutnya keberkahan dari kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya makanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
(لولا بنو إسرائيل لم يَخْبُثِ الطَّعَامُ ولم يَخَْزِ اللَّحْمُ. (متفق عليه
“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Para ulama menjelaskan, bahwa tatkala Bani Isra’il diberi rezeki oleh Allah Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi, mereka melanggar perintah ini dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukum mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk (Ma’alim at-Tanzil oleh al-Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh Imam an-Nawawi, 10/59 dan Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, 6/411).
Al-Munawi berkata, “Hadits ini adalah suatu isyarat yang menunjukkan, bahwa membusuknya daging merupakan hukuman atas Bani Israil, akibat mereka kufur terhadap kenikmatan Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh, sehingga menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu dan sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk.” (Faidhul Qadir, 5/437).
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, M.A
Artikel www.PengusahaMuslim.com